Friday 23 September 2011

Bidadari

Kata temanku, bidadari itu indah. Wajahnya cantik. Kulitnya halus. Kalau dia berbicara, kita akan merasa tenang oleh kelembutan suaranya.
Dan kata temanku lagi, jika kita bisa mendapatkannya maka dia akan membawa kita ke tempat yang indah. Hmm..

Jujur, aku belum pernah melihatnya. Aku ingin membuktikan ucapan temanku. Aku hanya penasaran.

Dan malam itu..

Sehabis membeli pulsa, aku melewati sebuah sungai. Disana aku melihat sosok wanita. Bercahaya.
Lalu aku mendekat. Menyelinap di semak2. Mengintip.

Hantu kah itu? Tak mungkin, pikirku. Aku melihat kakinya menginjak tanah.

Dia hanya berdiri. Menatap air mengalir pelan.

Tiba2..

"Mendekatlah kemari.." Dia bersuara. Lembut.

Aku bingung. Dia bicara sama siapa. Aku menyamarkan posisiku dengan menarik semak2.

"Ahmad.." Dia memanggilku.

Glekk!
Aku gemetar.

"Jangan takut. Mendekatlah.."

Aku memberanikan diri mendekat. Dia wangi.
Kami bertatapan. Aku melihat wajahnya. Dia cantik sekali.
Apakah dia bidadari?

"Siapa ka.. Kau? Dan ba.. Bgaimana bisa kau tau namaku?" Tanyaku.

"Tak perlu ku jelaskan." Dia lalu tersenyum. Manis.

"A.. Apakah kau bidadari?" Tanyaku lagi.

"Mengapa kau berpikir begitu?"

"Kamu cantik. Suaramu lembut." Jawabku.

Dia kembali tersenyum. Lalu menyodorkan tangannya. Kami berkenalan.
Ah, tangannya sangat halus.

"Ayu."
Nama yang indah, pikirku.

"Sedang apa kau disini?" Tanyaku lagi.

"Aku suka air. Hampir tiap malam aku kesini.
Melihat, mendengar, dan merasakan kelembutan air. Air mengalir membuatku merasa tenang.
Kau sendiri, sedang apa disini?"

Aku bingung. Tak mungkin aku bilang aku mengintip. Tapi kan dia sudah tau. Ah, jujur sajalah.

"Ma.. Maaf, tadi aku mengintip. Aku sehabis membeli pulsa." Aku merasa agak gagu.

"Tak apa." Jawabnya tenang.

Dan sejak itu, hampir tiap malam kami bertemu.
Kami berbicara tentang banyak hal. Aku bercerita tentang daerahku. Dia bercerita tentang tempatnya. Dia bilang, tempatnya sangat indah.
Hmm.. Apakah itu tempat yang di maksud temanku?

Oh ya, tentu saja pembicaraan kami tak di ketahui siapapun. Aku merahasiakannya.

Entah sudah berapa malam kami saling bertemu. Aku merasa semakin dekat dengannya.

Dan pada suatu malam, dia mengajakku ke tempatnya. Tempat yang indah itu. Aku merasa senang.

Kalau benar dia bidadari, berarti aku telah mendapatkannya.
Ah, temanku pasti takkan percaya. :)

"Bagaimana caranya?" Aku bingung.

"Aku akan membawamu terbang. Dengan memegang hatimu."

Lalu tiba2 dia memasukkan tangannya menembus tubuhku. Tangannya benar2 halus.
Dia benar2 memegang hatiku. Erat.
Aku jadi tak berdaya.

Kami mulai melayang. Terbang bersama. Aku melihat daerahku dari ketinggian.

"Apakah masih jauh?"

Dia hanya tersenyum.

Perlahan2 daerahku mulai samar2 dari pandanganku. Kami semakin meninggi.
Melewati awan malam.

Aku melihat beberapa pasangan yang juga terbang. Mereka berangkulan. Melayang cepat.

Aku mulai yakin sepertinya dia benar2 bidadari.

Tiba2 dia tersenyum padaku. Tapi tak manis. Hampa.
Semakin lama semakin menakutkan. Dia menyeringai seram.
Dia berubah. Mengerikan.
Jelek sekali.

Dia bertanya padaku. Suaranya parau.
"Apakah kau percaya bidadari itu ada?"

"Ya."
Jawabku enteng.

"Kau keliru. Tak semudah itu menyadari bidadari itu ada. Dia hanya ada bagi yang percaya keindahan. Dengan begitu kau bisa mendapatkannya."

"Aku percaya keindahan." Jawabku lagi.

"Semua orang bilang begitu. Kebanyakan mereka hanya percaya melalui mata."

"Maksudmu?"

"Kau harus mempercayai keindahan melalui hatimu. Sebab itulah aku memegang hatimu. Tapi semakin kau menatapku, hatimu semakin mengecil. Aku kesulitan memegangnya."

Aku bingung. Aku merasa pegangannya di hatiku tak erat lagi.
Aku mulai cemas.
Aku berusaha menutup mata dan mempercayainya melalui hatiku.
Tapi terlambat.
Pegangannya lepas. Aku melayang.
Jatuh.
Aku merasakan angin menerpa wajahku. Kuat sekali.

Tubuhku terus melayang. Lalu terempas keras. Pedih.
Dan aku melihat diriku telah berada di sungai tempat aku bertemu "bidadari" itu.

Aku melihat sekeliling. Ku lihat lagi sesosok wanita. Dia juga bercahaya.

Tapi aku tak mau mendekatinya. Untuk saat ini. Nanti, aku akan menemuinya lagi saat aku mampu mempercayai keindahannya melalui hatiku.

Hanya dengan itu dia bisa membawaku terbang ke tempat tujuan. Dia akan selalu memegang hatiku. Hingga aku benar2 sampai ke tempat terindah. Bersama.
Selamanya.

(palembang, 230911)

No comments:

Post a Comment