Tuesday 19 July 2011

kangen blog :(

Hhh..
Mo nulis apa nih? Bingung. Gak ada ide. Blank. Padahal pengen curhat2an lagi. Huhuhu.. *sok manja*

Akhir2 ini ada masalah, eh apa ya? Yah masalah. Mungkin itu kata yang cocok. Masalah antara gw, bestfriend gw, dan dia.

Ini masalah tentang perasaan.
Kita tau, kita gak bisa mengendalikan perasaan tertarik terhadap seseorang atau cinta. Gak ada remote control untuk itu. Klo ada, masalah gw it couldn't be happen. Gak akan pernah ada.

Gw minta maaf. :(

Kita udh bicara empat mata. Bicara sebagai sahabat (eh gw udh nganggap dia kayak sodara gw). Bukan bicara sebagai rival.
Alhmdlh semuanya udh clear. Gak ada lagi tembok penghalang. Thanks!
Mskipun gw tau it's so hard, right?

Yeah, ginilah kehidupan. Semuanya serba mungkin. Temen gw bilang, kehidupan ini di skenario oleh allah. Kita gak tau apa2, dan Allah lebih tau mana yang terbaik bagi kita. Allah maha tau.
Gw yakin, Allah gak akan pernah ngecewain hambanya. Allah adalah sutradara terbaik di kehidupan ini. Kita aja yang kadang sok2 tau mana yang baik untuk kita dan kurang mensyukuri apa yang di berikannya. *eh kita? Gw aja kallee..*
Bukankah klo bersyukur, allah akan melipat gandakan nikmatnya?

Akhir kata..
Buat bestfrend gw, gw ucapin terima kasih atau thanks! Hehehe.. *khutbah mode:on*
Seperti yang lu bilang waktu itu, psti sllu ada yang terbaik utk kita. Gw ykin, lu psti bakal nemuinnya. :)

Dan buat dia..
Gw juga ucapin thanks!
I still can't believe it. Goodluck ya di sana! ^^

Tuesday 12 July 2011

Si pecinta hujan

Angin malam terasa cukup dingin kali ini. Menelisik lapisan kulitku. Menggetarkan tulangku.

Dan beberapa saat kemudian hujan turun, kembali menyapa bumi. Cuaca memang kadang tak menentu.

Aku berdiam di kamar sambil membaca buku. Tiba2 pikiranku melayang ke sebelah rumah. Gadis itu..

Aku mengintip. Seseorang berkerudung sedang duduk di teras rumah. Memperhatikan hujan lagi.
Hmm.. Aku masih tak mengerti.

*******

"Fi?" Keningku mengernyit.

"Kau yakin?" Tanyaku lagi.

"Iya, kak. Namanya cuma segitu. Kalau kakak gak percaya, langsung aja tanya sendiri sana!"

Ah, mana ada nama seperti itu. Mungkin Selfi kah? Nofi?
Hatiku terus mendesak penasaran tentang siapa tetangga baruku.

Nama yang aneh..
Kelakuan aneh..

Adalah seorang gadis. Aku pertama kali melihatnya di hari kedua liburan sekolah.
Tepatnya saat hujan turun. Saat pagi basah oleh butiran air langit.

Gadis berkerudung itu duduk di teras rumahnya sambil memandang lekat awan kelam. Seolah2 seperti menghitung jumlah tetesan yang turun.

Memperhatikan hujan? Apa gunanya, pikirku..
Buang2 waktu saja.

*******

Suatu siang, aku di suruh mengantarkan makanan ke rumah tetanggaku tersebut. Rumahnya sepi. Seperti tak berpenghuni.

Di teras rumah juga tak ada siapa2. Tentu saja, di langit sedang tak ada hujan. Tak ada awan. Hanya ada matahari tak berkawan. Cerah.

Aku mencoba mengetuk pintu.
Sekali.. Senyap..
Dua kali.. Belum ada jawaban..
Tiga kali.. Aku bersiap pulang. Aku hanya mengetuk pelan.

Namun kemudian sayup2 aku mendengar suara derap tergopoh2 dari dalam. Aku mundur selangkah. Menanti tuan rumah membukakan pintu. Tiba2..

Jreeeengggg...!

Waktu seperti berhenti sejenak. Bibirku mendadak kelu. Dadaku berdegup kencang. Badanku serasa tak bertenaga. Hampir saja makanan yang aku bawa terlepas dari genggaman.


Selama ini aku tak jelas melihat wajahnya. Hujan mengaburkan pandanganku. Ah, lagi2 hujan..


Wajahnya putih. Memakai kerudung ungu.
Dia tersenyum padaku. Indah. Aku jadi kesusahan merangkai kata2.


"Maaf, ada perlu apa ya?" Gadis itu bersuara. Lembut sekali. Senyum tetap menggantung di bibirnya.


Aku tertegun. Demi melihat senyum tersebut, yang membuatku salah tingkah.

"Mmm.. Anu, ini ada.. Eh, maksud saya mau, hmm.. Makanan ini, saya mau mengantar ini. Dari ibu saya. Tetangga sebelah." Aku mencoba bersikap biasa. Namun jantungku terus bergemuruh.


"Makasih ya.. Salam untuk tante." Senyumnya kembali membiusku. Aku semakin tak karuan.

"Di rumah lagi tak ada siapa2. Paman dan bibi lagi ke rumah nenek. Mungkin nanti malam baru pulang." Dia menjelaskan tanpa sempat aku bertanya. Itu lebih bagus, karna aku benar2 spikles. Aku benci keadaan seperti ini.

Aku merasa semakin susah menguasai kondisiku. Aku tak sanggup berlama2 dengannya. Untuk saat ini saja..

"Aku pulang dulu ya.." Hanya itu yang aku ucapkan. Aku tersenyum kelu.

Aku tak mau kelihatan seperti ini terus menerus. Memalukan.
Aku memberanikan diri menatap wajahnya sebelum aku beranjak pergi. Dia kembali tersenyum manis.

Ah, dunia ini memang indah..

*******

Ini hari terakhir liburan. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat.
Aku ingin menghabiskan hari ini dengan bermain PS bersama adikku. Tiba2 aku mendengar suara bel berbunyi. Aku segera ke ruang tamu dan membukakan pintu. Ternyata paman sebelah rumah.


"Maaf nak, paman buru2. Ini mau menitipkan kunci rumah. Paman dan bibi mau mengantar keponakan paman ke stasiun. Dia mau kembali ke kota. Paman titip dulu ya. Terima kasih.."
Aku hanya terdiam menerima kunci tersebut.


Namun beberapa pertanyaan berkelebat di pikiranku. Yang tak sempat aku ucapkan. Paman itu sudah duluan menghilang.

Jadi dia keponakan paman?
Kapan dia kesini lagi?
Siapa namanya?
Mengapa dia menyukai hujan?
Mengapa dia begitu mempesona? Ah, aku berlebihan..


Langit kembali gelap. Tetesan hujan bersiap turun ke bumi.
Aku menunggu. Seperti gadis itu.
Bulir air masih menggantung di atas sana. Namun hatiku telah basah oleh hujan.
Tepatnya oleh si pecinta hujan.


#Mrs.fi, why do u love the rain?


(Palembang, 110711)

Surat kematian dan cinta

Di sebuah taman yang sepi, seorang gadis dan seorang lelaki sedang duduk bersampingan. Mereka cuma teman.
Sejak tadi mereka saling diam. Tak peduli sekitar. Seperti tak kenal.

Pandangan mereka tak menyatu. Atau mungkin belum saja.
Sang lelaki sesekali menatap lirih semut yang beriringan menyusuri rerumputan.
Sedangkan sang gadis melayangkan pandangannya ke udara, pada daun2 yang di terbangkan angin.
Hampa.

Namun perlahan angin mulai mereda. Daun2 hanya melayang rendah di tanah. Begitupun semut. Iringannya tenggelam di balik rerumputan.
Lenyap, hingga tak ada pandangan lagi.

Semuanya mulai membosankan. Dan diam masih meraja di antara mereka.
Lelaki itu kemudian mencoba melirik sang gadis dengan sudut matanya. Tampaklah wajah gadis itu. Tenang. Cantik sekali. Namun sangat pucat. Mungkin karna kurang enak badan.
Ah, cuaca akhir2 ini memang tak menentu.

"Ehem.." lelaki itu membuka suara. Memulai kata2.

"Apakah engkau baik2 saja? Kau kelihatan sakit."

Sang gadis menoleh dingin kemudian tertunduk. Tak berani menatap mata si lelaki.

"Aku baik2 saja." si gadis menjawab singkat.

"Tapi wajahmu kelihatan pucat." Jawab lelaki itu.

"Aku tidak sakit. Dan tak kan pernah sakit."

"Kau aneh."
Lelaki itu berujar seraya merapikan topi kupluknya.

"Engkau pasti tidak lupa kan? Ini hari yang aku tunggu. Aku butuh jawabanmu."

Si gadis menghela napas. Teringat tepat 13 minggu yang lalu, lelaki itu mengungkapkan perasaannya.
Di taman ini.
Di bawah naungan pohon akasia yang rindang ini.

"Jadi bagaimana? Kau bersedia?"
Gadis itu terperanjat. Lamunannya ternyata membuat si lelaki semakin tak sabaran.

"Maaf, aku membuatmu menunggu lama. Kau tahu, aku butuh waktu untuk menyelami perasaanku. Kau pasti mengerti." Gadis itu bicara sambil sesekali menarik tas di bahunya.

"Aku mengerti. Aku selalu menunggu." jawab lelaki itu.

Suasana hening sejenak. Gadis itu sedang mencoba menyusun kata2. Merangkainya untuk sebuah jawaban.

Dan akhirnya..

"Aku juga mencintaimu" ujar sang gadis pelan.

Lelaki itu sontak tersenyum bahagia. Hatinya serasa di taburi bunga indah. Lalu di hinggapi kupu2 cantik di sekelilingnya.

"Dan aku harap kau benar2 mencintaiku." Gadis itu menambahkan.

"Apa maksudmu?" lelaki itu heran. Bunga di hatinya perlahan terbang satu2.

"Apakah kau siap menerimaku, sebagaimana adanya diriku?" gadis itu bertanya. Duduknya tak tenang.

"Jangan buat aku bingung. Aku tak mengerti."
Si lelaki menatap tajam gadis di sampingnya.

"Ini akan menjelaskan semuanya. Aku sudah siap jika perasaanmu berubah. Aku tak bermaksud mengecewakanmu. Aku akan pergi. Maaf."
Gadis itu merogoh sesuatu dari tasnya. Dan kemudian menyerahkannya.

Lelaki itu mengernyit. Tangannya memegang selembar kertas. Ada sedikit kekecewaan pada raut wajahnya yang timpal.

"Aku mencintaimu. Bagaimanapun dirimu, aku ingin selalu bersamamu. Aku janji."

Kemudian lelaki itu meninggalkan sang gadis. Seketika sunyi. Seperti mati.
Tak lupa kertas tadi di selipkannya di kantong celananya.

Lelaki itu pergi ke sebuah bangunan tua sebagai bukti tanda cintanya. Dia berada di pinggir bangunan lantai 7. Tak ada orang lain disana. Hanya dia dan cintanya.

"Aku akan selalu bersamamu, cintaku."

Lelaki itu melayang.
Lalu sekonyong2 datang gadis yang tadi. Membawanya terbang. Menyatukan cinta mereka di tempat yang tinggi.

*******

Keesokan hari di temukan mayat seorang lelaki. Dengan ciri2 memakai topi kupluk dan di kantong celananya ada selembar kertas berisi surat kematian atas nama sang gadis.

Nama sang gadis itu adalah : . . . . . . . . . . . . . .



(Palembang, 050711)