Thursday 18 November 2010

like father like son

like father like son. mungkin ada yang berpendapat itu hanya kebetulan dan faktor keturunan. setiap ayah pasti mengharapkan suatu saat anaknya bisa menjadi sepertinya atau lebih. tapi tidak semuanya bisa terwujud. perlu pengorbanan yang besar dan perjuangan yang tiada terkira untuk itu. apakah itu berlebihan? saya rasa tidak, bukankah keberhasilan orang tua kita dulu juga di sebabkan oleh kerja keras dan pengorbanan?

ayah saya menginginkan anaknya mengikuti jejak langkahnya. beliau seorang hafiz alquran. saat umur beliau memasuki usia 60an, beliau pernah berkata ''saya belum rela di panggil allah sebelum ada salah seorang anak saya khatam alquran. menjadi seorang hafiz''. saya terhenyak mendengarnya. suatu keinginan yang tak bisa di tawar. ajal pun di tangguhkan untuk sebuah harapan.

di mulai dari kakak saya yang paling tua kemudian menyusul saudara di bawahnya. setiap malam hari mereka di bimbing untuk menghafal. seiring berjalannya waktu, beberapa rintangan mulai datang seolah2 akan memupuskan harapan. di antara kakak2 saya ada yang mulai sibuk kuliah dan sekolah di tempat lain. akhirnya satu persatu mereka memutuskan untuk berhenti di tengah perjalanan.

sejak kecil saya sudah mulai menghafal. awalnya hanya ikut2n, belum ada tuntutan. saya berbaur di iringi candaan setiap habis isya untuk setor hafalan. menghafal alquran waktu itu jadi hiburan tersendiri bagi saya. semenjak kakak2 saya mundur, ayah saya tak punya pilihan lain. saya dan adik saya adalah harga mati. perlahan hiburan yang saya rasakan itu terkikis menjadi suatu tanggung jawab sebagai pemegang estafet terakhir.

umur saat itu, sangat tidak mungkin jika saya menghafal dengan kesadaran sendiri. harus ada "pemancingnya". tak jarang ayah saya memberi imbalan setiap setelah nyetor hafalan. lembaran rupiah adalah pelecut semangat saya waktu itu.

saat malas itu datang, itu adalah kondisi dimana saya harus di paksa. saya tidak peduli, walaupun di iming2i imbalan segala macam. itu membuat ayah saya marah. maka pemandangan memilukan segera tersaji, nyetor hafalan sambil meneteskan air mata. bukan sedih karna menghayati bacaan, tapi mewek karna di marahi.

dimana ada kemauan, di situ ada jalan. ungkapan ini sangat cocok menggambarkan perjuangan ayah saya dalam mewujudkan "like father like son". selama di rumah, ayah saya tidak bisa terlalu fokus sebagai "guru privat" saya. beliau adalah kepala keluarga dan juga kepala sekolah saat itu. akhirnya saya dititipkan atau lebih tepatnya di suruh menghafal di pondok khusus menghafal alquran. tempatnya sangat jauh dan asing bagi saya. waktu itu usia saya baru 10 tahun. disana yang jadi gurunya adalah murid ayah saya sendiri. walaupun begitu, tidak ada pelayanan khusus buat saya.

singkat cerita, selama enam tahun disana alhamdulillah saya berhasil menamatkan hafalan. tahun berikutnya adik saya menyusul. sekarang ayah saya telah tiada. impiannya telah terkabul. yah, walaupun hafalan saya masih kacau. saya akan berusaha menjaga dan melanjutkan perjuangan ini ke anak saya nantinya.

sedikitpun saya tak bermaksud riya atau sombong. tidak ada yang bisa saya banggakan di sini. tiba2 saja saya teringat almarhum ayah saya dan saya ingin menulis postingan tentang beliau.

REST IN PEACE, MY BELOVED FATHER!
Al-faatihah..

5 comments: