Monday 25 October 2010

Cerpen : Gempa di kotaku (chapter 1)

Sore ini kelihatan mendung. Ah, sepertinya akan hujan malam ini, pikirku. Aku baru saja selesai memasak. Adikku yang masih berusia 3 tahun sedang di mandikan oleh amak..

Tiba-tiba terdengar suara bergemuruh. Begitu besar sehingga membuat jantungku berdetak hebat. Badanku serasa melayang. Piring dan gelas yang di rak berjatuhan. "Ya Allah, gempa.." Aku terhenyak. Tubuhku gemetar. Aku segera berlari ke ruang tengah. Aku memanggil amak yang baru selesai memandikan adikku. Amak juga merasakan hal yang sama. "Ida, tolong ambilkan baju adiak". Aku buru-buru ke kamar. Getarannya masih terasa. Amak berlari ke luar rumah sambil menggendong adikku yang masih memakai handuk. Pemandangan di luar sangat mengharukan. Anak-anak menangis. Para wanita ketakutan. Langit gelap. Rumah-rumah bergetar. Tiang listrik bergoyang hebat. Aku mencoba mengendalikan perasaanku. Aku tak sanggup membendung air mata. "Masya allah.. Ampuni hamba ya Allah. Lindungi hamba dan keluarga hamba.." Aku melihat raut ketakutan di wajah amak. "cepat hubungi uda Faisal" amak menyuruhku. Bibirnya gemetar..

Para penduduk berlarian. Sebagian mereka berteriak "tsunami..!! tsunami..!!". Suasana semakin mencekam. Aku berdiri di samping amak. Kemudian kami mulai berlari bersama warga lainnya. Tak tau arah tujuan..
..
Rumahku terletak di daerah pasar. Aku tinggal bersama amak, adik, dan kakakku. Bapakku meninggal 3 bulan yang lalu. Rumah kami hanya berjarak sekitar 5km dari pantai Padang. Sebelumnya gempa sudah pernah terjadi disini. Walaupun begitu, tidak ada istilah "sudah terbiasa" bagi orang yang sering merasakannya. Semua takut. Semua cemas..
..
Kami terus berlari. Kota Padang menjadi lauatan massa. Suara kendaraan, suara teriakan anak-anak, suara langkah kaki, semuanya menyatu menimbulkan kecemasan yang tiada tara.

Tanganku memegang erat tangan amak. Adikku, Adon, hanya bisa menangis di pangkuan amak. Aku mengusap kepalanya. Tak terasa air mataku mengalir. Sabar dik..

Perlahan gempa berhenti. Kami dan ribuan warga lainnya berkumpul di lapangan. Aku mencoba menghubungi uda faisal. Dia bekerja di supermarket Plaza Andalas sejak 2 tahun lalu. Seharusnya sore ini uda Faisal sudah ada di rumah.

Sambungan gagal. Berkali-kali ku coba tapi masih gagal. Pulsaku masih ada, pikirku. Kemarin baru di isi 10ribu oleh uda-ku. Aku mulai cemas. Amak tidak memperhatikan. Beliau sedang menenangkan adikku. Aku tidak berani memberitahu. Perlahan sinyal di HP-ku berkurang dan hilang sama sekali. Ya Allah.. Ada apa ini? Bagaimana kakakku?

*Palembang, 26_oct_10*

No comments:

Post a Comment