Thursday 2 June 2011

Kematian itu menyenangkan??

Siang itu, aku makan siang di salah satu restoran siap saji di sebuah mall.
Setelah itu, aku berkeliling mencuci mata, mencari kesegaran, memburu ketenangan. Beli ini itu, mungkin dengan begitu aku puas menyenangkan diriku.

Aku mau bersenang2, tuhan..
Sekali saja..

Tuntutan kerja, tekanan dari atasan, pacar berselingkuh, kreditan menunggak.
Waw,, apakah aku belum cukup punya masalah? Siapa yang mau membantuku?

Aku lelah terus menerus berpikir positif. Kemudian mencoba bersabar sampai batas akhir. Lama2 itu membuatku bosan. Dan akhirnya semuanya menjadi serba memuakkan.

Aku tak tahan lagi. Tak ada lagi kehidupan yang ku rasakan. Aku tertekan. Aku sendirian. Kemana mereka?
Huh.. Mau mati aja rasanya..


"Kematian itu menyenangkan" ujar bapak yang di sebelahku tiba2.
Aku terkejut. Siapa bapak ini? Ah, biarlah.. Aku lebih tertarik masalah kematian.

"Kenapa begitu, pak?"

"Kamu tau. Di saat kematian datang, di saat itulah orang2 terdekatmu dan orang2 yang tidak kamu kenal sekalipun akan memperhatikanmu. Memandikan bahkan menidurkanmu di tempat yang sunyi. Supaya kamu nyenyak dan tak di ganggu siapapun".

"Lantas kenapa bapak sendiri belum mati? Apakah bapak tidak mau bersenang-senang?" Aku bertanya. Perlahan aku mendekat padanya.

Bapak itu tersenyum.
"Belum saatnya, nak.. Kesenangan hanya bisa di rasakan jika kita menghendakinya. Meskipun di berikan, jika kita belum mau menerima, kita tak akan merasa apa2."

"Apakah bapak belum mau mati?"

"Tak ada seorang pun yang menolak hal yang menyenangkan" ujar bapak itu seraya meninggalkan kantin.

Aku terdiam. Kata2 bapak itu terngiang2 di kepalaku. Kematian, sesuatu yang menyenangkan, perhatian dari orang terdekat, tidur nyenyak. Ah, betapa aku menginginkannya..

Aku mau bersenang2, tuhan..
Sekali saja..

Tak ada salahnya jika aku ingin bersenang2, pikirku. Aku menuju ke lantai 7 di sebuah mall. Entah mengapa, aku sangat menyukai angka 7.
Aku berdiri di depan pagar sambil memandang lantai dasar. Tanganku memegang erat pagar tersebut. Tingginya sebatas dadaku.
Aku agak ngeri. 7 tingkat, pikirku. Apakah cukup membuatku senang? Seandainya aku tidak mati bagaimana?

Aku memperhatikan sekitar. Tak ada satpam. Orang2 sibuk dengan urusan mereka. Terkadang mereka tersenyum di iringi tawa lepas. Kelihatannya mereka sangat senang. Tapi apakah itu benar2 menyenangkan?

Aku masih memandang lantai dasar dari ketinggian.
Saatnya bersenang2 pikirku. Aku menyebrangi pagar. Aku merasa angin mulai merayuku. Dinginnya membuatku serasa ingin melayang, meninggalkan beban berat di kepalaku.

Aku meletakkan tanganku di belakang memegangi pagar. Perlahan badanku mulai condong ke depan.
Orang2 mulai ribut. Aku tak perduli. Biarkan saja aku bersenang2. Toh, aku tak mengganggu mereka.

Orang2 semakin mendekat. Mereka ada yang memanggilku. Eh, memanggilku? Seseorang memanggilku?! Berarti dia mengkhawatirkanku. Dia memperhatikanku. Dan ternyata bukan seorang. Mereka semua memanggilku. Ah, aku mulai merasa senang. Bapak itu benar..

Aku mencoba melepas satu pegangan tanganku. Orang2 semakin histeris. Suaranya menggema. Aku agak merinding mendengarnya. Belum pernah sebanyak ini aku di perhatikan orang.

Baiklah, orang2..
Bersediakah kalian memandikan dan menidurkanku layaknya anak kecil? Aku hanya mau itu. Tak lengkap rasanya jika kalian cuma memanggil2 namaku. Tapi aku ingat satu hal, kematian yang akan melengkapi itu semua. Aku harus mati, pikirku.

Pegangan tanganku yang satunya lagi perlahan kulepaskan. Aku melayang. Kemudian aku merasa badanku terempas. Kepalaku terasa pusing. Orang2 mendekatiku. Aku melihat wajah orang2 yang memperhatikanku dari dekat. Perlahan mataku mulai kabur. Suara orang semakin lama semakin mengecil. Hey, kemana mereka? Aku hanya melihat hitam. Tak ada orang lagi. Aku sendirian. Mana yang akan memandikanku? Mana yang akan menidurkanku? Aku butuh orang2..

No comments:

Post a Comment