Monday 28 January 2013

Blind Date



Di pagi yang cerah, seorang gadis berbaju kuning tengah duduk di sebuah bangku tua di pinggir kolam.

Disana adalah kawasan bekas taman kanak-kanak yang sudah tutup sejak tiga tahun yang lalu. Lumut tipis terlihat menyelimuti dinding tepi kolam. Begitu juga dengan ayunan yang berada tepat di dekat pintu masuk. Talinya hanya tinggal sebelah. Dan sebagian besar halamannya di tutupi oleh rumput liar.

Gadis itu sendirian menikmati suasana. Sesekali sibuk menyibak rambut yang menutupi sebagian wajahnya. Ia menyandarkan punggungnya di bangku tersebut. Tepat di samping kirinya terdapat sebuah payung berwarna abu-abu dan sebuah tas kecil miliknya.

Tak banyak orang berlalu lalang di sekitar sana. Di jalanan pun hanya ada satu dua kendaraan yang lewat. Untunglah gesekan daun yang di terpa hembusan angin menyulap suasana sepi itu terasa cukup menyejukkan.

Beberapa saat kemudian datang seorang lelaki. Memakai jaket biru muda dan ber-jins dengan warna serupa. Dia bersama seorang anak kecil, berpakaian sekolah putih merah, dia membawa sebuah gitar. Mereka mendatangi gadis tersebut.

Mereka berbincang sedikit. Dan terlihat sang gadis itu mengangguk. Lalu tersenyum sambil mempersilahkan duduk.

Anak kecil itu berbisik dan kemudian meninggalkan mereka berdua. Langkah anak kecil itu tampak buru-buru. Sepertinya ia terlambat ke sekolah.

Tinggallah dua sejoli itu disana. Mereka saling menghadapkan wajahnya ke depan. Tepatnya ke kolam.
Butuh waktu untuk memulai pembicaraan.

Angin sepoi-sepoi mengagetkan daun kering yang bergantung lemah di ranting hingga berguguran. Sehelai daun menyangkut di belakang rambut sang gadis. Namun ia tak menyadarinya.

“Ehm.. maaf, apakah aku membuatmu menunggu terlalu lama?” Si lelaki mencoba membuka suara.

“Tidak juga. Tapi suasana disini sangat tenang. Aku menyukainya.”

“Mmm.. sekali lagi maaf. Lain kali aku akan mencoba tepat waktu.”

 “Tak apa. Eh tadi yang bersamamu siapa?”

“Dia adikku. Katanya dia pernah sekolah di taman kanak-kanak ini. Sayang sekali sekolah ini di tutup.”

“Iya, sayang sekali. Kau tau, dulu ibuku adalah salah satu guru disini.” Sang gadis terdiam sejenak.

Langit sangat bersih pagi itu. Awan bersembunyi entah dimana.

*****

”Aku tak sabar ingin mendengar suaramu secara langsung.” Ujar sang gadis.

“Dan aku juga tak sabar ingin menepati janjiku.” Lelaki itu tersenyum. Lalu mengambil gitar yang sedari tadi berada di pangkuannya.

“Kau mau lagu apa?”

“Aku ingin lagu yang sering kau bawa saat berkaraoke di radio. In to tou – Adithya Sofyan. Apakah itu lagu kesukaanmu?”

“Iya. Itu lagu favoritku.” Jari-jarinya segera menyentuh senar dengan lembut. Suara melodi indah mulai terdengar.

Early in the morning I was still in bed
You call me just in time when the sunlight comes
You said "How was your sleep? I didn't do too well. Would you be a friend and take a walk with me?" 

 My friends they all been telling me that you're no good
You broke a lot of hearts and you don't even know
I refuse to believe any of that is true
But I'll hate it when they're right and tell me told you so
I don't want to be a victim of a broken heart
I don't want to put myself into another mess yeah
I don't want to be a fool and make a big mistake
I've should've known better, but it's allright
Cause I'm in to you

Early in the morning I was still in bed
We've talked about an hour till my ear turns red
You said "It's getting late, I'm gonna have to go. I'll be getting ready so how 'bout that walk?" 

My friends been telling me that I should let you go
You broke a lot of hearts and then you run away
I refuse to believe any of that it's true
But I'll hate it when they're right and tell me told you so

I don't want to be a victim of a broken heart
I don't want to put myself into another mess no
I don't want to be a fool and make a big mistake
I've should've known better, but it's alright
Cause I'm in to you

Early in the morning I was still in bed
The thought of you remains the biggest mystery
I was left unsure of all this thing would go
I guess I'll think about it when I walk with you

*******

Angin bertiup perlahan membuat ranting-ranting pohon di sekitar mereka bergoyang lembut. Riak-riak kecil terukir di kolam yang tenang.

Sang gadis sangat menikmati. Ia kemudian melepaskan kacamata hitamnya. Lalu meraba mencari keberadaan tasnya. Ia memegang sebuah gelang.

“Bagus sekali. Aku sering bermimpi mendengar suaramu.”

“Terima kasih. Tapi suaraku biasa saja.” Si lelaki tersipu.

Sesaat tangan sang gadis dengan teliti menelusuri gitar hingga menyentuh tangan si lelaki.

“Ini untukmu.”

Si lelaki itu terkejut.

“Pasti gelang yang indah. Terima kasih. Kau gadis yang baik.” Ia menyentuh gelang tersebut dengan lembut.

“Seandainya aku bisa melihat sosok dirimu yang mempunyai suara indah.” Ujar sang gadis lirih. Lalu menarik nafas dalam.

“Aku juga berharap bisa menatap kehadiran gadis baik sepertimu di sampingku”. Si lelaki juga ikut melepas kacamata hitamnya.

Mereka terdiam. Deru angin menyeruak. Membuat rambut sang gadis melambai-lambai. Seperti menari bersama angin.

Waktu berjalan begitu cepat. Sungguh tak terasa.

Kemudian terdengar bunyi deru mobil berhenti tak jauh dari tempat mereka. Seorang bapak tua keluar dari dalamnya.

“Sepertinya itu ayahku. Aku harus pulang sekarang.” Ujar sang gadis.

“Baiklah. Cuaca semakin panas. Matahari sangat terik. Aku harap kita bisa kembali bertemu.”

Terdengar langkah kaki mendekat ke arah mereka. Suaranya semakin jelas. Lalu berhenti.

“Natasya, bisa kita pulang sekarang?” Bapak itu membuka suara.

“Baik, ayah.” Sang gadis sudah bersiap. Ia menyampingkan tasnya di bahu. Lalu berdiri. Kacamata hitamnya kembali dipakai. Bapak itu meraih tangan sang gadis. Bersiap menuntunnya ke mobil.

Bapak itu berhenti sejenak. “Apakah kau yang bernama Dretarastra?”

“Iya, pak.”

“Namamu kedengaran cukup aneh.”

“Itu adalah nama salah satu tokoh pewayangan. Ia buta. Sama sepertiku. Orangtuaku bilang begitu.”

“Ngomong-ngomong, Natasha banyak bercerita tentang suaramu. Ia sering memimpikannya.”

Si lelaki tersenyum malu. “Natasha gadis yang baik. Bolehkah aku bertemu lagi dengannya?”

“Kapan pun itu, nak. Bapak senang Nastasha punya teman baik sepertimu. Oh ya, kami harus pulang sekarang. Bagaimana denganmu? Mau ikut dengan kami?”

“Terima kasih, pak. Tapi aku sudah berpesan kepada adikku untuk menunggunya disini. Selepas pulang sekolah dia akan mengantarku pulang.”

“Baiklah, nak. Sampai jumpa.”

“Sampai jumpa.”

Suara langkah kaki sang gadis dan bapaknya terdengar semakin kecil. Kemudian berganti dengan erangan deru mobil. Lalu perlahan menjauh. Menghilang.

Si lelaki tertunduk sambil mengelus gelang yang di beri oleh sang gadis.

Angin tak bertiup beberapa saat. Semuanya tak bersuara. Hanya matahari yang terjaga.

Si lelaki itu hanya bisa menatap dunianya. Sendiri.

*****

No comments:

Post a Comment