Friday 25 October 2013

Drama labil

"Cukup, Mas. Cukup! Aku minta maaf." Ujar sang istri setengah berteriak.

"Tiada maaf bagimu perempuan sepertimu. Cuih!"

Malam itu sekitar pukul 8, sepasang suami istri sedang bertengkar hebat. Sang suami masih mengenakan baju kerja. Dengan dasi yang melonggar di leher di tambah paduan kemeja putih yang kerahnya sudah kehitaman oleh daki keringat. Belum mandi dia.

Sang istri duduk menunduk di sofa. Tak berani melihat wajah suaminya yang tampak mengkilat. Berminyak.
"Tapi aku tidak bermaksud demikian, mas." Ujar sang istri mengiba.

Suami itu masih berdiri dengan badan bergetar dan tanpa suara (on silent mode). Tatapannya tajam ke arah sudut langit rumah. Sangat menakutkan. Cicak yang berada tepat disana, yang sedang diam-diam merayap, merasa cemas. Lalu segera kabur menghilang ke dalam plafon yang bolong oleh tetesan air hujan.

"Jadi kamu masih tak mau mengaku?! Menganggap ini semua adalah salah pahamku?!" Si suami menggeleng pelan. Matanya menyipit sinis. Persis Fitrop.

Malam semakin mencekam. Suara guntur bersahutan. Kain jendela melambai tertiup angin dari luar.

Di ruang tengah terdapat seorang baby sitter dan juga bayi berumur sekitar satu tahun. Baby sitter itu hanya bisa menyaksikan. Tak mengerti apa2. Dia baru bekerja di rumah itu sejak beberapa hari yang lalu. Tapi dia terus khusyuk menyimak. Mencoba menganalisa apa inti sebenarnya yang sedang terjadi. Umurnya sekitar 20an dengan rambut yang di kuncir kuda.

Dan bayi itu. Tak seharusnya dia berada disana. Dia tampak cuek. Ya, dia masih terlalu suci untuk harus mengerti hal yang demikian. Tapi walaupun begitu, bayi juga punya kepekaan. Sesekali emosinya keluar. Terlihat ikutan nyesek dengan napas yang cepat melalui hidung. Matanya melotot. Tangannya memukul2 wajah baby sitter yang khusyuk tadi, yang tanpa sadar terus menyuapinya, sementara bubur di dalam mulutnya masih belum di telan semua.

"HEIII!!!" Tiba-tiba suami berteriak keras. Menggelegar seisi rumah. (Dia mencoba menarik lagi perhatian di saat kita sedang terfokus pada bayi dan baby sitter. Hmm..).

Sang istri terkejut hebat seketika.

Si bayi tersedak. Terbatuk. Buburnya menyembur.

Si baby sitter terjengkang. Lah??

"Jelaskan padaku, kemana duit2 itu?! Dan apa keperluan pak haji Muhidin itu datang ke rumah beberapa hari ini?!" Lanjut sang suami. Masih dengan nada tinggi. Plus vibra yang menguat di akhir kalimat.

Si istri mengangkat wajahnya perlahan. Mencoba bersikap tenang. Dia tak mau ikut terbawa emosi.

"Maaf sebelumnya, mas. Duit itu sebenarnya aku tabung. Investasi untuk masa depan kita. Untuk kejahteraan labil ekonomi keluarga kita nantinya. Pak haji itu menawarkan bisnis door to door atau usaha pintu rumah kerlap kerlip, semacam itu. Berhentilah berkontroversi dengan hatimu, mas.  Jangan terkudeta oleh hawa nafsu. U're thirty nine of your age. Grow up, mas.. Grow pliss.. Nanti jadi belikan aku mobil kan, sayang?" Sang istri memegang lengan suaminya dengan kedua tangannya. Dengan raut wajah manis. Sedikit merayu.

"Halah! Jangan sok intelek. Jangan berbelit-belit. Apa sebenarnya yang sedang kau sembunyikan dariku?!" Suami itu terus saja bicara dengan suara besar.

"Tidak ada, mas. Tidak adaaa.. Huhuhu.. Uhuk.. Huhu.." Istrinya terisak sedih. Pegangan tangannya terlepas.

Sang suami menatap ubin yang berdebu. Tampak belum di pel.

Baby sitter yang juga merangkap sebagai pembantu di rumah itu kaget menyadari kelalaiannya. Seketika itu dia langsung sok sibuk menyuapi sang bayi dengan senyum yang di buat-buat. Bayi itu diam. Tak mau membuka mulut. Dia tau baby sitter itu sedang mencoba lari dari kesalahan. Dasar.

"Dan apa maksudmu berbicara ala Vicky itu?! Bisakah kau bicara normal saja?"

Tiba-tiba isak tangis sang istri tertahan. Menatap suami dengan heran. Penuh tanda tanya.

"Mas tau dia? Siapa dia sebenarnya?"

"Tak usah mengalihkan topik pembicaraan. Aku tau dia. Hmmm..."

Kemudian suaminya mendadak jadi pribadi yang tenang dan santun. Sangat super sekali. Lalu dia ikutan duduk. Menatap dalam mata sang istri. Mimik wajahnya menjadi sangat serius. Lalu mengambil sebatang rokok dan menaruhnya di atas kuping.

"Vicky adalah seseorang yang sangat master. Hasil dari perpaduan engine cool steel dari Universitas Cembrij dan kelompok bermain di TK Karang asih. Dia lulus dengan predikat high master cum laude de vacto." Suami menjelaskan dengan kalem. Nafas yang teratur. Tangannya juga ikutan bergerak, memberi kesan bahwa apa yang di bicarakannya adalah sangat benar.

"Apa itu high master cum laude de vacto, mas?"

Sang suami mengambil rokok yang di kupingnya tadi. Menyalakannya. Mengeluarkan asap perlahan dari mulutnya dan mulai bicara lagi.

"Itu adalah proses, atau hasil silang, atau kejadian yang hanya bisa di peroleh dengan perhitungan kimia lengkap. Dimana ada bagian2 atau unsur yang tak tentu yang bisa menjadi solusi ajaib. Banyak orang yang belum mengerti apa itu solusi atau solusyen."

Sang istri mengeryitkan dahi. Mencoba mencerna penjelasan suaminya.

Beberapa saat kemudian. Tiba-tiba..

"APA INI?!?!"

Terdengar teriakan dari si baby sitter. Bayi yang di dekatnya kembali tersedak.

Rupanya ada sms masuk ke hapenya. Sms dari operator. Maklum, si baby sitter ini sangat berharap akan datangnya sms dari someone specialnya. Sudah beberapa hari cowoknya di kampung tak menghubungi. Yah, derita LDR.

Baby sitter itu pun galau. Menuju ke luar rumah. Berlarian di tengah rintik hujan.

Sang suami terlihat senyum-senyum sendiri. Lalu terkekeh sambil bilang "Saparatozz!"

"Mas! Kenapa gaya biacaramu jadi seperti Tony Blank? Sadar, mas! MAASSS..!!!" Istrinya cemas.

Sang bayi masih sibuk terbatuk-batuk sendiri.

Tak lama kemudian terdengar deru mobil memasuki garasi. Sepasang suami istri tampak baru pulang dari belanja dan langsung menuju ke dalam rumah.

"Pa, baby sitter yang baru itu, siapa namanya, kemana ya? Masa' bayi kita di tinggal sendiri seperti ini? Duh, TV di biarin menyala lagi."

Kemudian TV mati. Usai sudah drama suami istri yang berjudul "Duit arisan yang tertukar".

No comments:

Post a Comment